Ahbabul Musthofa Purwodadi->Grobogan Bersholawat

Sabtu, 14 Januari 2012

Album Resep Bahagia - Al Quds Group

Album Resep Bahagia merupakan Album sudah lama dari group sholawat Al Quds, kami mendapatkannya tahun 2009. Namun Kami baru menampilakn disitus ini. ada 8 delapan lagu yg tampil dalam album sholawat ini. dan menurut penulis lagu yg terbaik adalah hadza min fadli dan Subhanaka Allah. Sebagaimana Album-album sebelumnya, Albumresep bahagia ini mempergunakan shalawat modern sebagai iring-iringan musik
Berikut ini daftar lagu dan link downloadnya.
01. Resep Bahagia.mp3
02. Hadza Min Fadhli Robbi.mp3
03. Subhanaka Allah.mp3
04. Sathrul 'umri.mp3
05. Tahayyaro Qolbi.mp3
06. Zaro Ba'da jafa.mp3
07. Idzal Asyaa'.mp3
08. Sholawat Az-Zuuri.mp3

Minggu, 01 Januari 2012

Hadloroh Ulul Ahbab

Album sholawat Hadloroh Ulul-ahbab dari Purwodadi Album ini Hadroh ala Habib Syech terbaru... baguuus lho... tuk referensi lomba festival Cocok dech...

{Hadlorah "ULUL AHBAB"}


Allahhu alah.mp3                             
Dhoharodi {Yahanana}.mp3                  
Habib Ya rasullallah.mp3                       

Rabu, 06 Juli 2011

Khataman Pengajian Lapanan "AM Grobogan" Di Pendopo Kabupaten (20-07-2011)

"AM Grobogan"
Waktu           : 20 Juli · 20:00 - 23:00

Tempat          : DI PENDOPO KABUPATEN GROBOGAN








Info Lengkap : HATAMAN PENGAJIAN LAPANAN " AHBAABUL MUSTHOFA" KAB.GROBOGAN YANG SEDIANYA TGL 15-07-2011  (MALAM SABTU KLIWON) DI ALIHKAN/DI UNDURKAN PADA:
HARI : RABU MALAM KAMIS KLIWON.
TANGGAL : 20 JULI 2011
WAKTU : 20.00 WIB.
TEMPAT : PENDOPO KABUPATEN GROBOGAN.
BERSAMA: AL HABIB SYEKH AA, HABAIB, MASYAYIKH, ULAMA', UMARO'.
DI MOHON KEPADA KAUM MUSLIMIN MUSLIMAT, KHUSUSNYA JAMA'AH "AHBAABUL MUSTHOFA" DI MOHON KEHADIRANNYA DALAM ACARA TERSEBUT. TERIMA KASIH

Senin, 04 Juli 2011

Mengaji di Hadapan Rasulullah SAW

Ia pernah mati suri. Dalam mati surinya itu ia mengaji di hadapan Rasulullah SAW
Haul ke-20 K.H. Surya, penyebar Tarekat Tijani di Banten asal Ciomas, Kabupaten Serang, Banten, diselenggarakan di halaman PP Al-Hidayah, Dukuh Cilongkrang, Desa Pondokkaharu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Jum’at (20/5).

Acara yang diselenggarakan ba’da zhuhur itu dihadiri sekitar 3.000 ikhwan, muhibbin, dan beberapa muqaddam dari berbagai kota di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, serta  diisi taushiyah K.H. Soleh Muhammad Basalamah, muqadaam Tarekat Tijaniyah dari Brebes, Jawa Tengah.

Dalam taushiyahnya, K.H. Soleh Basalamah mengatakan, memperingati haul adalah memperingati orang yang sudah meninggal. Pesan yang paling penting, kita nantinya juga akan meninggal, seperti orang yang diperingati haulnya tersebut.

Menurut  pengasuh PP Darussalam Jatibarang-Brebes ini, mati adalah pindah dari kehidupan di dunia ke kehidupan di akhirat. Setelah mati, kita memasuki alam kubur atau alam barzakh, yaitu batas menunggu dibangkitkan di alam akhirat.

Di alam kubur akan ada dua kondisi bagi manusia, yaitu raudhatul jannah (taman surga), bagi yang beramal baik, dan hufratul nar (lubang neraka), bagi yang beramal buruk.

Dua kondisi ini sudah dipilih ketika manusia hidup di dunia. “Kalau manusia ingin memilih di raudhatul jannah, ketika di dunia ia harus mematuhi seluruh perintah Allah SWT; dan bagi yang melanggar perintah Allah, dia akan diletakkan di hufratul nar,” kata Kiai Soleh.

Setelah seseorang meninggal, ia hanya diantar oleh, pertama, para pengantar. Kedua, keranda. Ketiga, amalnya. Dua yang di depan akan meninggalkan dirinya usai ia dikubur; sedang yang terakhir, yakni amalnya, akan menyertainya di alam kubur.

Pada awal kehiduapan di kubur, manusia akan mengalami kehidupan yang sangat susah. Namun mereka yang amalnya baik akan ditemani oleh sejenis makhluk yang akan menjadikan dirinya tenteram dan aman. Yang pertama adalah shalatnya, kedua puasanya, berikutnya zakatnya, sedekahnya, dan berbagai amal baiknnya di dunia. Sebaliknya, bagi orang yang beramal buruk di dunia, dia akan ditemani sejenis makhluk yang menyeramkan dan berbau busuk, sehingga menambah kesusahan dan ketakutan sepanjang waktu, ditambah siksaan dari malaikat.

Kiai Soleh menyimpulkan, memperingati haul seorang tokoh atau ulama bukan sekadar menghadiri makan dan minum, tetapi lebih kepada meneladani sesuatu yang baik dari tokoh dan ulama yang kita peringati haulnya. Apabila kita mengingat kepada keteladanan ulama, itu akan mengantar kita ingat kepada Rasulullah SAW dan Allah SWT.

Selain acara haul, para jama’ah juga membaca hailalah (membaca La ilaha illallah) seribu kali, kemudian wirid Wadzifah dan Ladzifah. Semua ini adalah wirid yang wajib dibaca oleh pengikut Tarekat Tijaniyah.Sedang dalam manaqibnya, yang dibacakan K.H. Tamini, anak kedelapan K.H. Surya, disebutkan, ulama besar ini lahir di Ciomas pada tahun 1900. Ia murid K.H. Usman Domiri (Bandung). Sementara K.H. Usman Domiri diangkat menjadi muqaddam Tijani oleh Sayyid Ali Ath-Thoyyibi dari Bogor, penyebar Tarekat Tijani di Indonesia. K.H. Usman memiliki beberapa murid, di antaranya K.H. Surya dan K.H. Badruzzaman (Garut).

K.H. Surya menyebarkan Tarekat Tijaniyah di Provinsi Banten, dan Ciomas dijadikan sebagai pusat penyebaran. Berbagi tugas dengan rekan seperguruannya, K.H. Badruzzaman, yang menyebarkan Tarekat Tijaniyah di Jawa Barat dan berpusat di Garut.

K.H. Surya memiliki beberapa murid, di antaranya Ajengan Shodiq dari Sumedang.

Di antara pengikut Tarekat Tijaniyah adalah K.H. Sadeli, pendiri PP Salafiyah di Ciomas pada tahun 1958. Pesantren ini kemudian pindah ke Cilongkrang pada tahun 1993, dan berganti nama menjadi “PP Al-Hidayah”. Sekarang pesantren ini diasuh oleh K.H. Faizi Amrari, Sp.D.I.

Di akhir hayatnya, terjadi keanehan pada kehidupan K.H. Surya. Ia pernah mati suri dalam beberapa jam. Ketika siuman pada ba’da ashar, para kerabat langsung bertanya kepadanya, “Apa yang terjadi?”
Ia menjawab, “Baru saja mengaji di hadapan Rasulullah SAW.”
K.H. Surya meninggal pada tahun 1991.



Minggu, 01 Mei 2011

Habib Syech

Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf adalah salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm. Al-Habib Abdulkadir bin Abdurrahman Assegaf ( tokoh alim dan imam Masjid Jami' Asegaf di Pasar Kliwon Solo), berawal dari pendidikan yang diberikan oleh guru besarnya yang sekaligus ayah handa tercinta, Habib Syech mendalami ajaran agama dan Ahlaq leluhurnya. Berlanjut sambung pendidikan tersebut oleh paman beliau Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaout. Habib Syech juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Al-Imam, Al-Arifbillah, Al-Habib Muhammad Anis bin Alwiy Al-Habsyi (Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi). Berkat segala bimbingan, nasehat, serta kesabaranya, Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf menapaki hari untuk senantiasa melakukan syiar cinta Rosull yang diawali dari Kota Solo. Waktu demi waktu berjalan mengiringi syiar cinta Rosullnya, tanpa di sadari banyak umat yang tertarik dan mengikuti majelisnya, hingga saat ini telah ada ribuan jama'ah yang tergabung dalam Ahbabul Musthofa. Mereka mengikuti dan mendalami tetang pentingnya Cinta kepada Rosull SAW dalam kehidupan ini.
Ahbabul Musthofa, adalah salah satu dari beberapa majelis yang ada untuk mempermudah umat dalam memahami dan mentauladani Rosull SAW, berdiri sekitar Tahun1998 di kota Solo, tepatnya Kampung Mertodranan, berawal dari majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta maulid Simthut Duror Habib Syech bin Abdulkadir Assegaf memulai langkahnya untuk mengajak ummat dan dirinya dalam membesarkan rasa cinta kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW .

Selasa, 15 Maret 2011

Sunan Bonang
Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban.

Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha.

Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang.
Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar.

Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi.
Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit.
Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban.

Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.

Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.

Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta Hamzah Fansuri.

Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang.

Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah (peneguhan). (ar/oaseqalbu)